Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dampak Positif dan Negatif WhatsApp (WA) dalam Dunia Pendidikan

WhatsApp disingkat WA adalah aplikasi pesan untuk smartphone dengan basic mirip BlackBerry Messenger. WhatsApp Messenger merupakan aplikasi pesan lintas platform yang memungkinkan kita bertukar pesan tanpa biaya SMS, karena WhatsApp Messenger menggunakan paket data internet yang sama untuk email, browsing web, dan lain-lain. Aplikasi WhatsApp Messenger menggunakan koneksi 3G atau WiFi untuk komunikasi data. Dengan menggunakan WhatsApp, kita dapat melakukan obrolan online, berbagi file, bertukar foto dan lain-lain.(Sumber: https://id.wikipedia.org )
Dampak Positif dan Negatif WhatsApp (WA) dalam Dunia Pendidikan
Foto Ilustrasi via http://inspirasicendekia.com/ 

Dampak Positif dan Negatif WhatsApp bagi Dunia Pendidikan

Dunia  pendidikan Indonesia kembali dikejutkan.  Berawal ditangkapnya  4 orang  admin Facebook bernama Official Candys group, yang terbukti telah melakukan p3lecehan 5ek5ual berupa pengiriman gambar dan video kepada para member grup melalui aplikasi WhatsApp dan Telegram.

Menurut informasi yang terkumpul dari berbagai sumber menyebutkan bahwa dari penangkapan itu berhasil disita 500 video dan 100 gambar. Menurut keterangan para tersangka, mereka telah mengirimkan video dan gambar itu berdasarkan pesanan para member. Ada 11 negara termasuk pelajar SMP-SMA yang menjadi member.

Fenomena ini tentu saja sangat mengejutkan. Mengingat pemerintah telah berusaha memblokir situs-situs tak pantas, akan tetapi masih ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan 53k5ual.

WhatsApp merupakan aplikasi berbasis web yang  menggunakan nomor seluler dengan data internet. Aplikasi besutan Jan Koum ini telah memikat hati para penggemarnya di seluruh dunia.

Dari data yang terhimpun dari berbagai sumber menyebutkan bahwa saat ini pengguna WhatsApp telah mencapai 1 Miliar pengguna di seluruh dunia. Selain tak memasang iklan di aplikasinya, WhatsApp juga memiliki kemampuan  mengirim data, video dan gambar.

Di Indonesia saja pengguna WhatsApp  pada tahun 2014 mencapai angka 3,2 juta dan terus meningkat hampir mencapai angka 7 juta pada tahun 2017.

Tak ayal, karena kemudahan penggunaannya, WA dipakai hampir seluruh pengguna internet Indonesia saat ini. Dari hasil penelusuran penulis, hari ini grup-grup WhatsApp hampir mendominasi di semua kalangan. Baik pegawai, buruh, masyarakat biasa, bahkan pelajar dan mahasiswa.

Arus informasi global, yang datang laksana air bah, seperti tak terbendung. Harga gadget  dengan fitur super canggih yang  harganya semakin murah, dituding sebagai pemicu banyak masalah.

Jangankan orang dewasa, anak-anak balita pun saat ini sudah terbiasa menggunakan gadget. Bahkan tidak lagi mengejutkan ketika video youtube dengan genre anak-anak ditonton jutaan kali.

Game-game kesukaan anak-anak baik online maupun ofline, didownload  jutaan kali oleh para penggunanya terutama anak-anak.

Anak-anak, tetaplah anak-anak. Orang tua memiliki peranan penting dalam mengawasi penggunaan gadget oleh anak-anak. Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa saat ini sekolah-sekolah telah memanfaatkan kecanggihan teknologi sebagai pendukung pembelajaran. Hingga nyaris hampir seluruh sekolah baik negeri maupun  swasta memasang internet sebagai bagian dari pembelajaran.

Kejadian di atas seakan  memberi peringatan kepada para pengelola sekolah dan orang tua, agar tidak abai terhadap hal-hal sensitif yang semestinya tidak dilakukan oleh para pelajar.

Sebenarnya tidak hanya WhatsApp, tapi media sosial yang lain seperti Facebook, BBM, Mesenger, dan aplikasi lain yang berkemampuan melakukan chating pribadi penggunaannya perlu pengawasan khusus.

Tak ada salahnya bila orang tua dan guru setiap saat mengecek gadget yang dibawa para siswa. Mungkin bisa dilakukan sebulan atau dua bulan sekali sebagai bentuk control dan pengawasan melekat kepada anak-anak.

Terjadinya p3rk05aan, pencul1k4n, bahkan p3m8unuhan, berawal dari chating pribadi. Biasanya para pelaku telah mengincar korbannya sejak lama. Mengamati, melihat status yang ditulis, memberikan jempol, komentar dan sebagainya.

Anak-anak perempuan khususnya, sering mengunggah foto ke Media sosial. Menulis status sedih, adalah kebiasaan anak-anak perempuan saat mereka tidak nyaman dengan keadaan sekelilingnya. Dan celah inilah yang digunakan oleh para pelaku kejahatan dunia maya untuk memperdaya korbannya.

Sebagaimana berita yang telah dilansir oleh Metronews, para pelaku mengirimkan gambar dan video berdasarkan pada member yang telah terdaftar dan mereka kenal. Itu artinya pelaku tidak akan sembarangan mengirimkan gambar dan video tanpa proses perkenalan terlebih dahulu.

Dan proses perkenalan itu membutuhkan waktu lama. Mungkin bisa sehari dua hari, mungkin bisa seminggu dua mingu. Apalagi berbagi nomor pribadi, tidak mungkin dilakukan dalam waktu singkat.

Mencegah anak-anak agar tidak menggunakan gadget, tentu bukan tindakan bijaksana, sebab mereka akan tersingkir dari komunitasnya, bahkan terisolir.

Akan tetapi membiarkan mereka tanpa peduli adalah tindakan bunuh diri. Seperti memasukkan mereka ke dalam kandang binatang buas, dan mengakibatkan mereka tercabik-cabik dalam pergaulan bebas.

Lalu apa yang harus dilakukan?
Saat anak-anak di rumah, orang tua  harus melakukan kontrol secara menyeluruh. Siapa teman-temannya, di mana ia bermain dan berkumpul, apa saja kegiatan mereka, dan tak lupa mengecek keberadaan gadget yang mereka miliki.

Jangan ragu untuk segera menanyakan kepada anak-anak bilamana ditemukan sesuatu yang mencurigakan. Misalnya, file yang tersembunyi yang berupa folder gambar atau film, percakapan yang menjurus kepada hal-hal yang tidak diinginkan, serta nomor seluler yang masuk ke dalam gadget mereka.

Buat anak-anak senyaman mungkin ketika mereka berada di rumah. Lakukan pendekatan secara persuasif dan halus untuk melunakkan hati mereka.

Lakukan kegiatan bersama setiap saat ketika ada waktu luang. Misalkan berkebun, memasak bersama, dan bersih-bersih rumah.

Bagi keluarga muslim, dorong anak-anak untuk taat beribadah, suruh mereka mengaji di Masjid, Musholla, atau undang guru private untuk mengajari mereka. Dan tanamkan pengertian agama sejak dini. Karena hal ini diyakini oleh banyak orang mampu meredam tindakan-tindakan yang tidak terpuji pada anak-anak.

Ketika di Sekolah, guru berperan ganda sebagai pendidik dan sekaligus wakil orang tua. Apalagi bagi sekoah yang menerapkan 5 hari sekolah telah menghabiskan sebagian waktu anak-anak di sekolah.

Tidak hanya guru BP yang harus melakukan control ketika terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Akan tetapi peran guru kelas mengenal anak-anak secara pribadi  juga berfungsi sebagai control yang melekat.

Yang terakhir, kerjasama berbagai pihak, antara  guru, orang tua, dan lingkungan dalam memanagement pergaulan anak-anak sangat diperlukan.

Tak ada salahnya antara guru dan orang tua saling memberikan informasi mengenai perilaku dan perkembangan anak-anak. Bila suatu saat terjadi sesuatu, segeralah kedua belah pihak saling bertukar informasi dan melakukan koordinasi untuk jalan pemecahan masalah.

Bila semua hal itu dibuat, maka pada akhirnya akan timbul keselarasan hubungan antara anak-anak, guru, pihak sekolah dan orang tua. Yang pada akhirnya kasus seperti di atas bisa diantisipasi sejak dini. Dan bila terjadi akan segera didapatkan jalan penyelesaian. Hubungan dan pergaulan anak-anak akibat penyalahgunaan  WhatsApp dan media sosial lainnya, akan tertangani sedini mungkin, serta tidak akan menyebabkan kekacauan yang berkelanjutan