Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

11 Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Prestasi Peserta Didik

Jenis-Jenis Model Pembelajaran untuk Menghidupkan Kelas dan Meningkatkan Prestasi Belajar Siswanya Bapak/Ibu Guru_Proses pembelajaran merupakan hal paling krusial untuk memastikan materi yang disampaikan dapat diterima oleh peserta didik dengan baik. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan model pembelajaran yang tepat agar pengetahuan keilmuan yang dimiliki oleh sang guru dapat diteruskan. Dengan menerapkan model yang tepat, suasana kelas akan menjadi lebih kondusif, terarah, dan menyenangkan. Dalam praktiknya, tidak ada satu pun model dan strategi pembelajaran yang paling tepat untuk diterapkan dalam segala situasi kondisi. Hal ini dikarenakan banyak aspek yang saling mempengaruhi, antara lain kondisi siswa, fasilitas serta media yang tersedia, kondisi guru, serta sifat materi bahan ajar. Karenanya, Bapak/Ibu bisa memahami dan menerapkan jenis-jenis model pembelajaran berikut dengan memodifikasi sesuai kebutuhan.
11 Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Prestasi Peserta Didik
Sebelas Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Prestasi Peserta Didik 

1. CL (Cooperative Learning)
Pembelajaran yang dilakukan dengan model ini menekankan pada fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang saling ketergantungan antara satu dengan yang lain. Di sini proses pembelajaran menekankan pada tujuan dan tanggung jawab bersama dengan harapan peserta didik mau bekerja sama dan membagi tugas, serta memiliki rasa senasib sepenanggungan.

Belajar dalam konteks ini bisa menjadi sesuatu hal yang menyenangkan karena siswa dilatih untuk saling berbagi. Tak hanya berbagi pengetahuan dan tugas, siswa juga ditekankan untuk berlatih interaksi-komunikasi-sosialisasi. Hal ini juga diharapkan mampu mananamkan sifat kooperatif pada pribadi siswa. Proses ini menjadi miniature yang bisa diumpamakan dalam kehidupan bermasyarakat untuk belajar mengenali kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Pelaksanaan model CL bisa dilakukan dengan membagi kelas dalam beberapa kelompok berisi 4 hingga 5 peserta didik. Sebaiknya siswa dipilih secara heterogen dengan mempertimbangkan kemampuan, gender dan karakter yang berbeda-beda. Di sini pengajar berfungsi sebagai media control dan fasilitator untuk selanjutnya meminta masing-masing kelompok berdiskusi dan menampilkan presentasi.

2. CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran tipe kontekstual dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan yang melibatkan guru dan murid. Topik yang dibahas seputar dunia nyata kehidupan peserta didik (daily life modelling).

Prinsip pembelajaran tipe CTL ini berpusat pada aktivitas siswa. Dengan begitu, siswa akan aktif terlibat karena merekalah yang melakukan mengalami dan berproses di dalamnya.

Berbeda dengan model lainnya, pembelajaran ini menerapkan 7 indikator dalam prosesnya.

-Indikator pertama adalah modelling yang fokus pada pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, rambu-rambu dan contoh.

-Kedua, questioning di mana guru ditekankan untuk eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, generalisasi.

-Ketiga, learning community. Proses ini melibatkan siswa dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan.

-Indikator keempat adalah inquiry, yakni identifikasi, investigasi, menyusun hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan.

-Kelima constructivism yang fokus untuk membangun pemahaman personal, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis.

-Keenam, reflection, melibatkan review, rangkuman, tindak lanjut.

-Ketujuh, authentic assessment, yakni penilaian selama proses dan sesudahnya, penilaian aktivitas-usaha siswa, serta penilaian portofolio.

3. RME (Realistic Mathematics Education)
Tipe pembelajaran ini dikembangkan oleh Freud asal Belanda dengan mengadopsi pola guided reinvention guna membangun konsep-aturan melalui proses matematika. Prinsip dasar pembelajaran ini terletak pada aktivitas konstruktivis, realitas, pemahaman, inter-twinment, interaksi dan bimbingan guru untuk melakukan pendampingan.

4. DL (Direct Learning)
Pembelajaran tipikal ini dilakukan secara langsung antara guru dengan siswa. Prosesnya sangat simpel karena merupakan model konvensional yang telah umum diterapkan dari zaman dulu kala.

Pembelajaran semacam ini cocok untuk diterapkan pada pengetahuan yang bersifat informatif dan prosedural. Cara penyampaian materi seperti ini juga sering dikenal dengan metode ceramah atau ekspositori.

5. PBL (Problem Based Learning)
Model pembelajaran berbasis masalah ini fokus untuk melatih dan mengembangkan kemampuan problem solving dengan menyajikan permasalahan-permasahlahan untuk dipecahkan. Dalam prosesnya diharapkan siswa dapat terangsang kemampuan berpikirnya untuk lebih terbuka, negosiatif dan demokratis terhadap situasi tertentu. Indikator yang digunakan adalah metakognitif, elaborasi, interpretasi, induksi, identifikasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, serta inkuiri.

6. OE (Open Ended)
Pembelajaran dengan model Open Ended, atau sering disebut dengan problem terbuka, merupakan pembelajaran yang menyajikan masalah dengan berbagai kemungkinan pemecahannya. Dalam prosesnya, dibutuhkan orisinalitas ide, kognitif dan sifat kritis yang tinggi, komunikasi-interaksi, serta keterbukaan. Siswa didorong untuk melakukan berbagai metode, cara dan pendekatan yang bervariasi untuk memecahkan persoalan.

Orientasi utama pembelajaran tipe ini adalah membentuk pola pikir, keterbukaan, dan problem solving dari berbagai variable kemungkinan. Namun, pada hakikatnya, pembelajaran OE lebih mengedepankan proses ketimbang output yang dihasilkan.

7. Probing-prompting
Tipe pembelajaran probing-prompting dilakukan dengan serangkaian pertanyaan yang disusun oleh guru. Rangkaian pertanyaan ini merujuk untuk menggali pengetahuan dan pengalaman setiap siswa.

Dengan begitu, guru juga disarankan menuntun siswa dengan mengikuti proses berpikirnya. Selanjutnya, para siswa akan merekonstruksikan konsep prinsip-aturan menjadi sebuah pengetahuan baru.

Proses pembelajaran dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak untuk kemudian diberi pertanyaan. Dengan begitu, siswa dipaksa bersikap antisipatif dan turut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Untuk menghilangkan kesan tegang saat sesi tanya-jawab ini berlangsung, hendaknya guru menyampaikan pertanyaan dengan nada ramah dan menyejukkan.

8. SAVI
Pembelajaran dengan sistem SAVI menekankan bahwa belajar seharusnya memanfaatkan semua panca indra yang dimiliki oleh peserta didik. Istilah SAVI sendiri merupakan singkatan dari Somatic (gerakan tubuh), Auditory, Visualization, dan Intellectually. Artinya, proses pembelajaran melalui model ini harus melibatkan semua hal dari tubuh yang bisa dilibatkan. Tak hanya mendengarkan, menyimak, berbicara, tetapi juga visualisasi, menanggapi, olah pikir, dan sebagainya.

9. TAI (Team Assisted Individually)
Secara literal pembelajaran jenis ini dapat diartikan sebagai Bantuan Individual dalam Kelompok (BidaK). Karakteristik utama pembelajaran ini menekankan bahwa tanggung jawab belajar sepenuhnya berada pada siswa. Karenanya, pada prosesnya guru tak hanya sekedar memberikan materi jadi, namun berusaha memberikan stimulus agar siswa mampu membangun pengetahuan secara individual. Pola komunikasi yang dilakukan adalah negosiasi.

10. NHT (Numbered Head Together)
Pembelajaran tipe NHT merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang berorientasi pada pengarahan. Untuk menjalankannya, buatlah kelompok secara heterogen dengan nomor yang berbeda antara siswa satu dengan yang lainnya. Selanjutnya, berikan materi ajar untuk bekerja secara berkelompok. Ajak siswa untuk melakukan presentasi dengan nomor yang sesui dengan tugas masing-masing. Pancing hingga terjadi diskusi kelas, berikan kuis dan skor secara gamblang dan adil.

11. Quantum
Dalam proses pembelajaran menggunakan sistem quantum, pelaksanaan pembelajaran diibaratkan layaknya permainan musik orkestra-simfoni. Prinsip utamanya adalah semua berbicara-bermakana, semua mempunyai tujuan. Karenanya, guru memiliki peranan penting untuk menciptakan suasana kondusif, interaktif, namun tetap saling menghargai.

Strategi yang ditanamkan melalui pembelajaran ini adalah tumbuh dan kembangkan minat, alami secara realistis, generalisasi hingga konsep, demonstrasi lewat presentasi-komunikasi. Diakhiri dengan tanya-jawab-latihan-rangkuman untuk memastikan pembelajaran terserap dengan baik. Jangan lupa untuk memberikan reward pada siswa karena telah berpartisipasi aktif.

Dari beberapa model pembelajaran tersebut, Bapak/Ibu Guru bisa memilih salah satu yang paling tepat diterapkan untuk kelas Bapak/Ibu. Jika memang memungkinkan, gunakan secara variatif dan berselang-seling untuk mendapatkan output yang berbeda. Yang terpenting, pelajari prinsip dan aturan mainnya terlebih dahulu sebelum mengeksekusinya.